Masyarakat Indonesia terkenal sebagai masyarakat agamis, karena memeluk agama tertentu dan tidak ada ruang sedikitpun bagi orang ateis. Bisa jadi seseorang beragama Islam, Nasrani, Budha, Hindu atau Koghuchu Tapi barangkali hanya sedikit orang yang mengetahui dengantepat apa itu agama dan mengapa ia beragama. Karenanya tak mengherankan jikabanyak pula orang yang mengaku memeluk suatu agama namun ia tak tahubagaimana ia mengamalkan agamnya.
Maka perlu kiranya seseorang memahami mengapa manusia perlu beragama? Dan apa pula hakikat agama itu? Jawaban kedua pertanyaan ini seharusnya diajukan oleh tiap orang yang memeluksebuah agama.
PENGERTIAN AGAMA
Agama atau dalam bahasa arabnya ad-dien adalah : “Keyakinan (keimanan)tentang suatu dzat ketuhanan (Ilahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatandan ibadah”. Ini adalah definisi secara umum. Karenanya semua keyakinantentang dzat ketuhanan disebut agama, walaupun itu murni hasil “kreatifitas” pemikiran manusia.
Kita tahu bahwa sebagian besar penghuni bumi ini memeluk suatu agama. Itu adalah sebuah kenyataan yang tak bisa dipungkiri. Hal ini memunculkan sebuah pertanyaan “Mengapa manusia beragama?”. Jawabnya adalah karena manusia memang membutuhkan agama dalam hidupnya.
Meskipun ada beberapa sarjana Barat seperti, Karl Marx, Emil Durkheim, Sigmund Freud dan beberapa pemikir lain yang menganggap bahwa eksistensi agama ini tidak diperlukan lagi oleh manusia. Bahkan dengan suara lantang Friedrich Nietczhe menjelang abad ke 19 mengatakan:” Tuhan telah mati”
Karl Marx mengatakan:” Agama adalah candu masyarakat. Marx tahu bahwa candu adalah zat yang dapat menimbulkan halusinansi dan membius. Candu tetap berpengaruh buruk kepada si pemakai walaupun mendatangkan fantasi. Maka, menurut Marx, fungsi yang dimainkan agama dalam kehidupan masyarakat, sama seperti candu pada diri seseorang. Dengan agama, penderitaan dan kepedihan yang dialami oleh masyarakat yang terekploitasi, dapat diringankan melalui fantasi tentang dunia supernatural tempat dimana tidak ada lagi penderitaan dan penindasan. Lain halnya dengan Sigmund Freud yang merasa bahwa dia tidak menemukan suatu alasan untuk percaya adanya Tuhan, shingga ia menganggap ritual keagamaan tidak punya arti dan manfaat apapun dalam kehidupan ini. Ia yakin bahwa ide-ide agama tidak datang dari Tuhan Yang Esa ataupun Tuhan-tuhan yang lain, sebab tuhan-tuhan itu memang tidak ada.
Namun demikian, tidak semua pemikir Barat dan para pujangganya memusuhi agama. Ada di antara mereka yang bijaksana, yang telah bebas dari pengaruh peradaban ateis-materialistis. Mereka sadar bahwa akidah merupakan hajat mental psikologis. Di antara para pemikir tersebut adalah James Jeans, yang memulai hidupnya sebagai seorang skeptis yang tidak mempercayai adanya Tuhan. Setelah mengadakan penyelidikan ilmiah yang mendalam, akhirnya ia sampai kepada pemahaman bahwa problem-problem ilmiah yang besar tidak dapat dipecahkan kecuali dengan mengakui adanya Tuhan.
Faktor-Faktor Manusia Memerlukan Agama
Dr. Yusuf Al-Qaradhawy dalam bukunya “Madkhal li-Ma’rifatil Islam”-Pengantar KajianIslam- menyebutkan paling tidak ada lima faktor yang menyebabkan manusia butuh terhadap agama, lima faktor itu bisa dijabarkan sebagai berikut:
1. Kebutuhan akal terhadap pengetahuan mengenai hakikat eksistensi terbesar.
Betapapun cerdasnya manusia, jika hanya dengan akalnya ia tak akan bisa menjawab dengan pasti pertanyaan: darimana ia berasal?, kemanakah ia setelah mejalani hidup ini? dan untuk apa ia hidup?. Banyak filosof dan pemikir yang mencoba mencari jawaban pertanyaan-pertanyaan ini, namun tak ada jawaban pasti yang dapat mereka berikan. Karenanya tak mengherankan jika jawaban- jawaban itu berbeda-beda satu dengan yang lain. Ini terjadi karena jawaban- jawaban yang mereka berikan hnya didasarkan pada asumsi-asumsi dan prasangka. Jawaban pasti terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas, hanya bisa didapatkan melui agama dan itu pun tidak semua agama. Sebab pada hakikatnya jawaban pasti itu adalah berasal dari Tuhan yang menciptakan manusia dan jagat raya ini. Dan saat ini hanya Islamlah yang mempunyai sumber autentik firman Tuhan, yaitu Al-Qur’an. Selain Al-Qur’an semua sudah tercampur denganperkataan manusia, bahkan ada yang murni hasil karya manusia namun dianggapfirmanTuhan.
2.Kebutuhan fitrah manusia
Bukti yang paling jelas menunjukkan bahwa secara fitrah manusia butuh terhadap agama adalah kenyataan bahwa semua bangsa mengenal kepercayaan terhadap dzat yang dianggap agung. Baik itu bangsa yang primitif maupun yang berperadaban, yang di barat maupun yang di timur, yang kuno maupun yang modern. Sedangkan orang-orang yang mengaku tidak percaya terhadap Tuhan, itu sebenarnya adalah hanya sebuah pelarian dari rasa kecewa terhadap agama yang mereka lihat. Padahal yang salah adalah ajaran agama itu dan sama sekali itutidak membuktikan bahwa Tuhan tidak ada.
Tentang kebutuhan fitri terhadap agama ini Allah berfirman :
فأقم وجهك للدين حنيفا , فطرت الله التى فطر النا س عـليها
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). (Tetaplah ata
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu”.(Qs.Ar-Rum:30)
3. Kebutuhan manusia terhadap kesehatan jiwa dan kekuatan rohani
Kehidupan manusia tak selamanya mulus tanpa kerikil dan batu sandungan. Ada saat-saat gembira, bahagia, damai dan tentram namun juga ada saat dimana ia sedih, gundah, menderita dan tertimpa musibah. Disaat jiwa sedang dalam kondisi lemah seperti itulah semakin terasa ia membutuhkan kekuatan yang bisa mengembalikan rasa bahagia, tentram dan damai yang hilang. Atau paling tidak ia bisa menghadapi semua itu dengan jiwa yang besar, ketabahan dankesadaran. Keyakinan dan keimanan terhadap agamalah sumber kekuatan itu. Sebab hanya agamalah yang mengajarkan tentang kepercayaan terhadap takdir, tawakkal, kesabaran, pahala dan siksa. Dengan kepercayaan terhadap takdir ia bisa dengan mudah menerima kenyataan. Dengan tawakkal ia tidak akan terlalu kecewa jika ternyata jerih payahnya tak sesuai dengan harapan. Dan dengan kepercayaan terhadap pahala dan siksa ia akan bisa segera bangkit kembali tatkala didzalimi orang lain. Dengan kepercayaan semacam itulah jiwa akan menjadi sehat dan rohani akan menjadi kuat.
Tentang kaitan antara agama dan kesehatan jiwa ini Dr. Karl Bang memberikan kesaksian: “Setiap pasien yang berkonsultasi padaku semenjak tiga puluh tahun yang lalu yang berasal dari seluruh penjuru dunia, ternyata sesungguhnya penyebab sakit mereka adalah kurangnya keimanan dan goyahnya akidah mereka. Sementara mereka tidak akan mendapatkan kesembuhan kecua lisetelah mereka mengembalikan keimanan mereka”.
4. Kebutuhan masyarakat terhadap motivasi dan disiplin akhlak.
Hukum dan peraturan jelas tidak bisa menjamin bahwa anggota sebuah masyarakat akan bisa melaksanakan kebaikan, menunaikan kewajiban dan meninggalkan larangan. Sebab hukum dan peraturan itu tidak bisa menciptakan motivasi dan menumbuhkan kedisiplinan. Karena memanipulasi hukum adalah suatu hal yang mungkin terjadi dan mencurangi peraturan adalah bukan hal sulit untuk dilakukan.
Hukum dan peraturan hanyalah sebuah perwujudan dari pengawasan eksternal, dan itu tidak cukup sampai di situ. Masyarakat membutuhkan motivasi internal yang kita kenal dengan hati nurani. Dengan membina hati nurani inilah seorang manusia akan termotivasi untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan dengan sukarela walaupun tanpa ada pengawasan dari manusia dan tekanan dari hukum dan peraturan.
Peran pembinaan terhadap hati nurani inilah yang tak dapat dilakukan selain oleh agama. Apalagi agama juga mengajarkan adanya “pengawasan melekat” oleh Tuhan terhadap seluruh perbuatan manusia. Motivasi hati nurani dan “pengawasan melekat” seperti inilah yang bisa menjamin suburnya nilai-nilai kebaikan dan akhlak mulia dalam masyarakat.Marilah kita simak kata-kata Voltair berikut ini:
“Mengapa kalian meragukan eksistensi Tuhan, padahal kalau bukan karena Tuhanniscaya istriku telah mengkhianatiku (berbuat serong) dan pembantuku telahmencuri hartaku”.
5. Kebutuhan masyarakat kepada solidaritas dan soliditas.
Agama sesungguhnya memiliki peran yang sangat besar urgensinya dalam mempererat hubungan antara manusia satu sama lain, dalam status mereka semua sebagai hamba milik satu Tuhan (Allah) yang talah menciptakan mereka dan dalam status mereka semua sebagai anak dari satu bapak (Adam) yang telah menurunkan mereka, terlebih lagi dengan persaudaraan akidah dan ikatan iman yang dibangun oleh agama diantara mereka.
Bahkan ikatan akidah dan keimanan ini mampu melampaui batas-batas bangsa, suku, warna kulit, jenis kelamin dan melebihi ikatan darah dan kekerabatan. Maka tidak mengherankan jika kita menemukan mereka mencintai yang lainnya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, rela mengorbankan nyawa demi saudaranya dan berlinang air mata karena penderitaan saudaranya di negeri lain meskipun dipisahkan jarak beribu-ribu kilo meter. Dengan cinta dan pengorbanan semacam itulah sebuah masyarakat menjadi solid dan kokoh dalam menjalankan agama.
Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Melalui kesempurnaannya itu manusia bisa berpikir, bertindak, berusaha, dan bisa menentukan mana yang benar dan baik. Di sisi lain, manusia meyakini bahwa dia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Mereka yakin ada kekuatan lain, yaitu Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta. Oleh sebab itu, sudah menjadi fitrah manusia jika manusia mempercayai adanya Sang Maha Pencipta yang mengatur seluruh sistem kehidupan di muka bumi. Dalam kehidupannya, manusia tidak bisa meninggalkan unsur Ketuhanan. Manusia selalu ingin mencari sesuatu yang sempurna. Dan sesuatu yang sempurna tersebut adalah Tuhan. Hal itu merupakan fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya.
Demikian kiranya hajat manusia terhadap agama,sebagai pembawaan nalurinya sebagai manusia, meskipun karena desakan – desakan sosial bisa jadi naluri ini menjadi termarjinalkan dari kebutuhan manusia disamping kebutuhan – kebutuhannya yang bersifat materi.
Wallahu a’lam bishawab.