Al qur’an adalah hidangan dari Allah untuk hamba-hambanya. Sebuah hidangan yang menawarkan berbagai kelezatan dan gizi bagi ruhani kita. Sebuah hidangan dari Allah yang tentu saja dalam menikmati hidangan ini agar semakin terasa kelezatan dan gizinya bagi ruhani kita, maka dituntut pula cara bagaimana kita bisa memperoleh sebanyak mungkin kelezatan dan gozonya untuk ruhani kita. Ketidaktahuan atau kekurangtahuan dalam menikmati hidangan ini maka menjadikan kita kurang maksimal memperoleh manfaatnya bagi ruhani kita.
Tiga Hal Penting
Paling tidak ada tiga hal yang harus benar-benar diperhatikan agar kita bisa secara maksimal mendapatkan manfaatnya.
Pertama: masalah mufradat.
Artinya memahami kosakata al qur’an, sebagaimana dipahami bahwa alqur’an itu berbahasa Arab, tersusun dari kata-kata yang membentuk kalimat. Dan setiap kata itu sendiri merupakan sebuah pengertian, maka untuk bisa memahami sebuah kalimat tentu perlu memahami apa yang menjadi kosa katanya. Maka mengingat pentingnya mengetahui dan memahami arti lafadz kata – perkata dan menyadari bahwa hal ini merupakan langkah awal dalam memahami suatu kalimat. Dan mengingat bahwa orang yang tidak bisa memahami arti lafadz kata – perkata ini maka akan tertutup baginya untuk bisa merenungi meresapi makna kalimat al qur’an, maka kita perlu melakukan pengkajian dan pendalaman bagaimana bisa memahami kata – perkata ini dengan lebih efektif, sistematis terlebih lagi kata – kata secara khusus memiliki makna tertentu.
Dalam upaya ini, kaum muslimin juga sudah berupaya untuk menemukan metode yang beragam, sejak zaman dahulu maupun belakangan ini. diantara karya ulama dapat dijadikan rujukan misalnya kitab yang ditulis oleh imam Ibn Qutaibah “ Tafsir Gharibil Qur’an “ yang ditahqiq oleh As sayyid Ahmad Saqar, dan lebih lanjut dengan mempelajari karya imam Ibn Juzay al kalbiy “ at tashil li ’ulumit tanzil”. Keduanya mengetengahkan pembahasan mengenai arti kata kata yang banyak berperan dalam al qur’an.
Namun tentu kitab tadi lebih ditujukan kepada para pelajar yang memang secara khusus mempelajari dan menekuni bidang ulumul qur’an. Nammun bagi yang ingin mempelajari dalam tahap-tahap awal bisa merujuk kepada karya-karya dalam negeri, yang ditulis dalam bahasa Indonesia mengenai tafsir kata – perkata ini yang juga mulai banyak diterbitkan, misalnya Al Qur’an terbitan Asy Syamil yang juga menafsirkan kata – perkata dalam alqur’an disamping memberikan tafsirnya secara utuh ayat perayat dalam dalam bahasa Indonesia, juga al Qur’an dalam mushaf al I’anah yang juga memberikan tafsir kata – perkata al qur’an yang ditulis dalam beberapa jilid.
Disamping itu juga misalnya karya karya ustadz Anas Adnan “memahami al Qur’an dengan metode Manhaji” dan beberapa metode lainnya yang mulai banyak dikembangkan.
Sebagai contoh dari mufradat atau kosakata al qur’an ini misalnya al qur’an menggunakan kata “najm” untuk dua arti, 1) tumbuhan semak-semak seperti dalam surat : ar rahman: 6 dan 2) arti bintang dalam surat an najm: 1.
Kedua: Tafsir
Banyak sekali tafsir al qur’an yang dihasilkan oleh para ulama sebagai upaya menjelaskan kandunga makna al qur’an. Namun kebanyakan ditulis dalam bahasa Arab juga sehingga masih terasa sulit bagi orang yang tidak mempelajari bahasa Arab. Dari berbagai macam tafsir ini, paling tidak untuk mendapatkan pemahaman yang baik, orang harus mempelajari tafsir dengan model tafsir ijmal (makna kalimatnya) secara utuh dan model tafsir tematis. Kedua model tafsir ini cukup memberikan ruang bagi kita untuk bisa merenungi kandungan makna al qur’an secara lebih mendalam. Dalam bahasa Indonesia misalnya kita dapatkan tafsir “ al Azhar” karya Buya HAMKA, kemudian tafsir al qur’an terjemahan Kementrian Agama RI, juga Tarjamah Tafsiriyah Al-Qur’an oleh ust. Muhammad Thalib, juga tafsir al Qur’an maupun terjemahannya yang diterbitkan oleh Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, dan banyak lagi. Semuanya saling melengkap satu sama lain karena tafsir dan terjemahan tentu memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing.
Untuk sekedar perbandingan tafsir al qur’an dalam bentuk terjemahan Indonesia ini misalnya, potongan ayat 20 surat an nisa yang berbunyi:
وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ
“Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain.” (Dalam terjemah versi Kemenag).
“Jika kamu ingin mengganti pasangan (isteri) dengan pasangan lain “ (dalam terjemahan ust Quraish Shihab).
“Wahai para suami, jika kalian ingin menceraikan istri kalian, lalu menikah dengan perempuan lain.” ( dalam terjemahan ust Muhammad Tahlib)
Dalam bahasa Arab barangkali bisa dipergunakan untuk tahap awal dalam mempelajari tafsir al qur’an, karya Abdurahman bin nashir As Sa’di “ Taisirul Karimir Rahman fi Tafsir Kalamil Mannan” dan “ Taisirul Lathifil Mannan fi Khuashatil Tafsiril Qur’an”, miskipun pemilihan tafsir ini tidak terlepas dari kurikulum maupun kemudahan mendapatkan kitabnya. Sehingga bisa saja banyak tafsir- tafsir lain untuk pemula sesuai dengan yang menjadi garis dari masing – masing lembaga yang mengajarkan ilmu – ilmu yang terkait dengan al qur’an yang dikhususkan untuk para pelajar yang menekuni al qur’an.
Ketiga: bagus dalam menampilkan al Qur’an
Salah satu jalan untuk mendapatkan pemahaman yang baik mengenai al qur’an adalah dengan cara menampilkan al qur’an secara bagus (husnul ada’). Maksudnya adalah dengan cara membaca al qur’an dengan dengan intonasi tertentu yang dari membaca itu sendiri sudah bisa menjelaskan dan mengungkapkan makna al qur’an. Dengan demikian membaca cara demikian ini akan bisa menyentuh kalbu dan rasa, membangkitkan kehidupan di dalam hati dan menunjukkan jiwa kepada akhlak yang baik.
Maka membaca bagus dengan cara demikian ini maupun merenungi makna al qur’an merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Seyogyanya orang tidak hanya terpaku pada nada-nada rendah tinggi suara sesuai selera lagu saja tetapi hendaknya juga memperhatikan logat terkait apa yang disampaikan al qur’an sebagaimana misalnya orang berbicara dengan nada memuji, nada menasehati, nada berkisah ataupun dalam konteks mengancam.
Dalam hal ini Burhanuddin az Zarkasyi dalam “al Burhan Fi Ulumil qur’an” mengatakan,” orang yang ingin dapat membaca al qur’an dengan tartil yang sempurna hendaknya membaca sesuai tempat dan kedudukannya, bila membaca al qur’an dalam rangka memberikan peringatan tegas hendaknya melafadzkannya sesuai nada pemberi peringatan, bila membaca lafadz yang mengandung keagungan hendaknya melafadzkannya dalam nada keagungan, dan hendaknya pula saat membaca itu hatinya sibuk mentafakkuri makna apa yang diucapkan lisannya, sehingga ia bisa mengetahui makna dari setiap ayat yang dibacanya.”
Selanjutnya beliau mencontohkan dengan mengatakan,” bila seseorang melewati ayat yanng berbicara rahmat hendaklah ia berhenti sejenak untuk meresapi makna apa rahmat yang diberikan oleh Allah dalam itu, membiarkan hatinya bahagia dan gembira dengan rahmat itu kemudian meminta dengan rahmatNya agar dirinya dimasukkan ke dalam surga. Sedangkan bila ia membaca ayat adzab hendaknya berhenti untuk merenungkan maknanya, bila adzab ini berkaitan dengan orang kafir, ia menjadi semakin bertambah yakin keimanannya, ia menjadi mengerti demikian peringatannya sehingga ia meminta perlindugnan kepada Allah dari adzabNya “.
Maka wajib bagi kaum muslimin untuk mebaca al qur’an secara tartil ini, karena memang hak al qur’an untuk dibaca secara tartil ini, sebagaimana yang Allah sebutkan dalam al Qur’an.
ورتل القرآن ترتيلا ( المزمل : 4 ) وقال تعالى : وقرآنا فرقناه لتقرأه على الناس على مكث ونزلناه تنزيلا ( الإسراء : 106 )
Demikian semoga Allah memudahkan untuk bisa memahami al Qur’an dan memudahkan kita mengikuti petunjukknya. Wallahul muwaffiq ilaa aqwami thariq.